Penambahan imbuhan tersebut pertama mengubah sifat kata kerja dari kata kerja intransitif (tanpa objek) menjadi kata kerja transitif (membutuhkan objek). Tentu saja, makanya pun berubah. Dari”qaama” yang berarti “berdiri” atau “tegak”, menjadi “istaqaama” yang berarti “mendirikan” atau “menegakkan”. Dari jalur penambahan imbuhan ini pula didapat kata “istiqaamah” yang berarti “teguh pendirian”.
Lalu, dari mana asal kata “mustaqim“? “Mustaqiim adalah bentuk kata pelaku atau ism al-faa’il. Semacam perubahan dalam Bahasa Inggris kata kerja dasar seperti “drive” (mengemudi) menjadi “driver” (pengemudi). Sedangkan “istiqaamah” adalah bentuk mashdar atau kata kerja yang “dibendakan”, semacam gerund dalam Bahasa Inggris, yang menambahkan akhiran –ing pada kata kerja dasar.
Tapi, dalam Bahasa Inggris perubahannya berhenti sampai di situ. Sedangkan perubahan dalam Bahasa Arab untuk kategori kata pelaku masih berlanjut berdasarkan jumlah dan status subyek. Untuk satu orang, dua orang, tiga (banyak) orang, masing-masing bentuk katanya berubah. Kata untuk perempuan dan laki-laki pun berbeda. Mumet, deh.
Kembali ke kata “mustaqiim“, berdasarkan pola perubahan itu, maka artinya adalah “orang yang menegakkan,” atau “peleaku aktivitas menegakkan”. Orangnya, bukan kata sifat. Nah, yang membuat saya kepo adalah mengapa kata majemuk “al-shiraath al-mustaqiim” diterjemahkan menjadi “jalan yang lurus”. Hanya kepo, dan saya tak punya bekal yang memadai untuk menemukan jawabannya.
Hanya saja, seandainya kata majemuk “al-shiraath al-mustaqiim” diartikan sesuai dengan pola-pola perubahan kata sebagaimana disebutkan di atas, rasa-rasanya koq lebih dinamis, ya. Sekali lagi, hanya perasaan saya saja. Saya membayangkan jika kata majemuk itu diartikan menjadi, “jalan orang yang menegakkan”, atau “jalan orang-orang yang teguh pendirian (orang yang istiqaamah)”.
Dengan membayangkan itu, maka terasa bahwa “al-shiraath al-mustaqiim” itu adalah sesuatu yang memerlukan perjuangan. Bukan jalan yang mudah, bukan jalan yang lurus-lurus saja, melainkan.jalan yang penuh tantangan dan membutuhkan proses panjang penempaan. Ya, pendidikan.
Menjadi orang yang istiqaamah harus melalui penempaan, melalui bermacam-macam rintangan, bermacam-macam perubahan, bermacam-macam cuaca dan iklim, tidak mudah, tidak lurus, tidak pasti, tidak linear. Karena itulah, tidak ada manusia yang berhak merasa khatam belajar istiqaamah, dan karena itu hanya pertolongan Allah swt saja yang dapat menyelamatkan manusia.
wallahu a’lam
Mudah”an kita termasuk orang” yg istiqomah y..
Aaaamiiinnnn YRA…
SukaDisukai oleh 1 orang
Amin ya Rabbal ‘alamin
SukaSuka
kan ayat selanjutnya menjelaskan kl sirooto almustiqiim itu siroota alladiina anamta alaihim.yakni jalan yg Anda mantapkan atas kehidupan mereka (para Rosul) yg jelas dulu para Rosul berjuang mengorbankan dirinya dn hartanya tuk mewujudkan ITU.
SukaSuka
Guru yah ???
Saya suka cara anda menjelaskan…
Semoga selalu istiqamah untuk shirootal mustaqiim.
Heheheh
SukaSuka
Lebih tepatnya, pembelajar. Terimakasih apresiasinya. Salam.
SukaDisukai oleh 1 orang