Hakikat Pilihan Politik

Ketika sampai saatnya bagi kita untuk menentukan pilihan politik dalam pemilihan umum, entah itu memilih anggota legislatif pusat, legislatif daerah, kepala pemerintahan pusat, kepala daerah, bahkan kepala Desa sekalipun, hal pertama yang perlu dipahami adalah bahwa kita tidak sedang memilih antara yang benar dan yang salah. Tidak. Kita hanya berusaha menyusun sebuah komposisi, yang banyak unsurnya tidak terjangkau oleh pilihan kita.

Ketidak-terjangkauan itu bukan semata-mata urusan akses informasi kita yang sudah pasti terbatas, melainkan juga karena begitu banyak faktor penentu keberhasilan yang jauh di luar jangkauan kita sebagai pemilih. Komposisi yang tersusun setelah pemilihan sesungguhnya hanyalah satu titik awal dari sebuah proses panjang-dinamis dengan berjuta-juta kemungkinan, yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Pun harus diingat bahwa kompsosi yang tersusun dari hasil pemilihan umum sesungguhnya adalah cerminan dari realitas kita sebagai pemilih secara kolektif, sebagai bangsa. Baik-buruk, jujur-korup, maju-mundur, gesit-lamban….. begitulah keadaan kita sebagai bangsa.

Ketika kita menganggap hasil pemilihan umum adalah panacea, dan berharap segera terjadi keajaiban, wes-ewes-ewes, simsalabim, keadaan beres berkat “pilihan kita yang benar”, itulah awal kekecewaan kita. Demikian pula, ketika ada politikus yang menjanjikan kebenaran tunggal dalam kampanye dengan bermacam-macam alasan dan dalih –dari yang teknis sampai yang ideologis– maka itulah kebohongan awalnya sebagai politikus.

Andaipun ada seorang kepala desa berkualitas super, ia tetap hanya salah satu manusia dari sekian banyak aparatur pelayanan masyarakat. Hasil kerjanya akan ditentukan oleh: kualitas individu-individu aparatur pemerintahan desa, kesigapan ketua-ketua RT-RW, antusiasme partisipasi warga desa, kelancaran warga dalam memenuhi kewajiban, juga kelancaran distribusi sumberdaya dari organisasi pemerintahan di atasnya (kecamatan, kabupaten, provinsi). Begitu bejibun faktor penentu yang tak terjangkau oleh pilihan pemilih kepala desa.

Apatah lagi seorang Bupati, Walikota, Gubernur, Presiden. Para kepala eksekutif itu bekerja dengan “lilitan” tali kekang di dalam isi kepala para kepala dinas, para anggota legislatif, yang kapanpun bisa berjalin-jalin dengan rongrongan barisan pedagang rente beserta makelar-makelarnya, barisan wartawan bodrex…. sampai khalayak netizen yang ganjen dan berisik. Banyak sekali.

Jadi, tak perlu tegang dalam perkara politik. Rileks, waspada, peduli, tetap bekerja, dan…. jangan lupa bahagia.

Tinggalkan komentar